Di penghujung 2011 ini, Dunia Arab dan Afrika Utara berubah. Perubahan rezim-rezim tiranik, dikalahkan rakyatnya, dan diikuti dengan lahirnya kheidupan demokrasi. Demokrasi adalah partai politik, pemilu dan kekuasaan.
Gerakan Islam memilih memanfaatkan demokrasi. Mereka mendirikan partai politik. Ikut pemilihan parlemen. Masuk dalam kekuasaan atau ikut mengelola kekuasaan. Di Tunisia, Mesir, Maroko, Yaman, Libya, Jordan, dan Syria. Mereka mendirikan partai politik, dan ikut pemilihan parlemen.
Di Mesir, Ikhwanul Muslimin, Salafi, dan Jamaah Islamiyah (JI), dan kelompok Gerakan Islam lainnya, mendirikan partai politik, dan mereka ikut dalam kontes pemilu, memperebutkan kursi parlemen. Demokrasi mereka nilai sebagai peluang, dan sarana menegakkan cita-cita mereka, yaitu terciptanya sistem atau tatanan Islam.
Gerakan Islam yang selama ini, mereka lebih berorientasi menyebarkan Islam, melalui gerakan dakwah, dan kegiatan lainnya, menuju ke arah tegaknya sistem nilai Islam dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara. Sekarang mereka ikut dalam ranah demokrasi, dan mencoba memanfaatkan demokrasi sebagia bentuk gerakan baru di dunia Arab dan Afrika Utara.
Pasca terjadinya revolusi di dunia Arab dan Afrika Utara, partai-partai yang didirikan oleh Gerakan Islam mendapatkan dukungan rakyat. Terbukti seperti di Tunisia, Partai An-Nahdhah yang berafiliasi kepada Ikhwan menang, di Maroko, Partai Keadilan, juga memenangkan pemilu parlemen. Di Mesir Partai Keadilan dan Kebebasan serta Partai An-Nour, yang berafiliasi kepada Salafi, mendapatkan suara yang sangat signifikan, dan mendapat dukungan rakyat secara luas.
Namun, sepertinya mereka mengumandangkan "koor" bersama, yang dengan sangat jelas, bahwa mereka tidak akan menegakkan syariah Islam atau negara Islam. Mereka dengan sangat eksplisit, menegaskan kekuasaan yang ada, lebih menekankan bentuk negara sekuler (demokrasi). Dengan menjamin kebebasan dan hak-hak minoritas.
Partai An-Nahdhah (Tunisia), Partai Keadilan dan Pembangunan (Maroko), dan Partai An-Nour (Salafi), dan Partai Kebebasan dan Keadilan (Mesir), sama-sama memprioritaskan pada pembangunan ekonomi dan stabilitas negara. Belum pada agenda penekanan mengemplentasikan prinsip-prinsip Islam dalam bernegara.
Kunjungan Perdana Menteri Turki Erdogan ke Mesir, dan menyerukan Gerakan Islam di dunia Arab dan Afrika Utara, agar menerapkan prinsip sekulerissme di negaranya dalam pengelolaan negara. Nampaknya, seruan Erdogan mendapatkan pijakan yang kokoh, bersamaan dengan kemenangan partai-partai Islam di kawasan itu. Erdogan menjadi inspirator dan "role model" para pemimpin Gerakan Islam sebuah perubahan besar yang ingin mereka wujudkan itu.
Di Mesir, Ikhwanul Muslimin, Salafi, dan Jamaah Islamiyah (JI), dan kelompok Gerakan Islam lainnya, mendirikan partai politik, dan mereka ikut dalam kontes pemilu, memperebutkan kursi parlemen. Demokrasi mereka nilai sebagai peluang, dan sarana menegakkan cita-cita mereka, yaitu terciptanya sistem atau tatanan Islam.
Gerakan Islam yang selama ini, mereka lebih berorientasi menyebarkan Islam, melalui gerakan dakwah, dan kegiatan lainnya, menuju ke arah tegaknya sistem nilai Islam dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara. Sekarang mereka ikut dalam ranah demokrasi, dan mencoba memanfaatkan demokrasi sebagia bentuk gerakan baru di dunia Arab dan Afrika Utara.
Pasca terjadinya revolusi di dunia Arab dan Afrika Utara, partai-partai yang didirikan oleh Gerakan Islam mendapatkan dukungan rakyat. Terbukti seperti di Tunisia, Partai An-Nahdhah yang berafiliasi kepada Ikhwan menang, di Maroko, Partai Keadilan, juga memenangkan pemilu parlemen. Di Mesir Partai Keadilan dan Kebebasan serta Partai An-Nour, yang berafiliasi kepada Salafi, mendapatkan suara yang sangat signifikan, dan mendapat dukungan rakyat secara luas.
Namun, sepertinya mereka mengumandangkan "koor" bersama, yang dengan sangat jelas, bahwa mereka tidak akan menegakkan syariah Islam atau negara Islam. Mereka dengan sangat eksplisit, menegaskan kekuasaan yang ada, lebih menekankan bentuk negara sekuler (demokrasi). Dengan menjamin kebebasan dan hak-hak minoritas.
Partai An-Nahdhah (Tunisia), Partai Keadilan dan Pembangunan (Maroko), dan Partai An-Nour (Salafi), dan Partai Kebebasan dan Keadilan (Mesir), sama-sama memprioritaskan pada pembangunan ekonomi dan stabilitas negara. Belum pada agenda penekanan mengemplentasikan prinsip-prinsip Islam dalam bernegara.
Kunjungan Perdana Menteri Turki Erdogan ke Mesir, dan menyerukan Gerakan Islam di dunia Arab dan Afrika Utara, agar menerapkan prinsip sekulerissme di negaranya dalam pengelolaan negara. Nampaknya, seruan Erdogan mendapatkan pijakan yang kokoh, bersamaan dengan kemenangan partai-partai Islam di kawasan itu. Erdogan menjadi inspirator dan "role model" para pemimpin Gerakan Islam sebuah perubahan besar yang ingin mereka wujudkan itu.
Memang ada sejumlah problem, di mana partai-partai politik di dunia Arab dan Afrika Utara itu, yang baru lahir, mereka belum memenangkan pemilihan secara mutlak. Tetapi di Mesir, Partai Kebebasan dan Keadilan (Ikhwan) dan Partai An-Nour (Salafi), jika digabungkan suaranya akan menjadi mayoritas di parlemen, yaitu 67 persen.
Mereka justru belum ada agenda dan keinginan membangun kerjasama di parlemen dalam memenangkan perubahan, terutama yang berkaitan dengan konstitusi baru di Mesir, yang mengarahkan implementasi negara pada ketentuan syariah Islam. Karena di Mesir, konstitusi di negara itu, secara eksplisit menyebutkan bahwa syariah Islam menjadi sumber konstitusi negara.
Amerika Serikat secara strategis masuk ke dalam perubahan politik di dunia Arab dan Afrika Utara, mencoba membangun dialog dengan kekuatan-kekuatan politik baru, yang sebagian besar berada di tangan kalangan Islamis. Amerika Serikat mendapatkan pijakan baru, dan mitra baru, yang pada dasarnya ingin melanggengkan hegemoni Barat atas dunia Islam.
Geostrategi dan pendekatan kebijakan Barack Obama dari Partai Demokrat, dan umumnya pemimpin Partai Demokrat, sejak zaman Jimmy Carter, Bill Clinton, sampai Barack Obama, menggunakan pendekatan dan penekanan pada Demokrasi. Tetapi, esensinya sama mempertahankan hegemoni Barat atas dunia Arab dan Afrika Utara. Tidak ada yang berubah. Hanya gaya atau cara pendekatan yang berubah. Antara George Bush dan Obama. Tetapi esensinya sama. Amerika menginginkan yang tumbuh di dunia Islam, adalah model Islam ala "Amerika".
Pendekatan perang panjang yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Gerakan Islam di dunia Arab, Timur Tengah, dan Asia Selatan, tidak menghasilkan apa-apa bagi Amerika Serikat dan sekutunya. Justeru melahirkan generasi baru, yang lebih militan, tangguh, dan memiliki obsesi lebih besar, mengalahkan Barat dengan jalan perang (jihad).
Sekarang Amerika Serikat menggunakan strategi baru, menggunakan pendekatan yang lebih "soft" (lunak) demokrasi. Negosiasi dan dialog. Pembagian kekuasaan, serta pendekatan "carrot" (kue kekuasaan). Inilah sebuah era baru dari Amerika Serikat terhadap Gerakan Islam, setelah berperang dengan menggunakan senjata, yang lebih dari satu dasawarsa, yang sangat melelahkan dan menghancurkan mereka.
Disini nampaknya, kemudian yang terjadi banyak kalangan dari Gerakan Islam, yang menjadi luruh, pragmatis, dan meninggalkan perjuangan ideologi, dan mengakomodasi kepentingan kaum liberalis dan sekuler, yang menjadi "anak-anak cucu" Barat, di dunia Islam. Kalangan Gerakan Islam, mereka menjadi tidak percaya diri, dan tidak berani menegaskan jati diri mereka, sebagai kekuatan politik Islam.
Mereka menggunakan idiom-idiom kata, yang pada akhirnya menjadi suatu karakter, yang menggambarkan mereka seperti kumpulan orang-orang yang "minder" ketika harus berhadapan dengan kekuasaan, dan lalu lebih banyak melakukan kompromi kepentingan dengan kekuatan liberal dan sekuler.
Barat hanya dengan modal menggunakan tuduhan melalui opini seperti: "fundamentalis", "konservatif", dan "teroris", sudah membuat para qiyadah (pemimpin) Gerakan Islam itu, menjadi gemetar, dan kemudian memutar haluan, minimal mereka "bertaqiyah" (menyembunyikan) tujuannya yang sejati.
Inilah jebakan demokrasi yang sekarang ini diarahkan Barat kepada Gerakan Islam. Skenario baru Barat, khususnya Amerika Serikat, yang sekarang ini membantu kekuatan oposisi, menumbangkan rezim-rezim tiran, yang sejatinya mereka itu, tak lain adalah para wakil (kolaborator) Barat, yang sudah lama ditanam. Sekarang Barat ikut menghancurkan mereka. Kemudian, Barat menjalin "kongsi"dengan Gerakan Islam, yang mereka katakan sebagai kelompok moderat yang akan menjadi sekutu Barat baru, melanggengkan hegemoni mereka di dunia Islam.
Adakah tindakan ini termasuk kategori "nawa khidul iman"(pembatal iman) dengan menerima sistem kufur? Karena, hakikat iman itu, tak lain, hanya menjadikan Rabb sebagai satu-satunya ilah yang berhak disembah dan diibadahi. Hanya meminta pertolongan semata-mata kepada Rabb semata.
Menjadikan al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai segala sumber kehidupan. Adakah "uzur" syar'i yang membuat mereka harus menerima sistem kufur, seperti demokrasi itu, dan melepaskan sistem Islam, khususnya dalam menegakkan dinul haq ini? Wallahu'alam.
Sumber: eramuslim
0 komentar:
Posting Komentar